Kamis, 16 Agustus 2012

Selasa, 31 Juli 2012


Menjadi Orang Di Atas Rata-Rata
oleh saudaraku : Kang Eep SM

Kita mungkin sering mendengar, orang tua yang berkata: “Naak, yang rajin sekolah, jadi orang pinter, dapatkan nilai setinggi mungkin, supaya kamu bisa bekerja di perusahaan yang terbaik.” Tidak ada yang salah dengan keingian seperti itu. Hal itu umum terjadi pada dikatakan oleh para orang tua, karena mereka selalu melihat sesuatu hal yang biasa terjadi. Mereka melihat orang biasanya bekerja dari pagi hingga sore, dapat gaji, dan itu lah kehidupan yang umumnya dilihat. Sekali lagi, tidak ada yang salah dengan pandangan tersebut dan itu adalah pilihan.

Kita ini sebagaimana fitrahnya, diturunkan Allah ke muka bumi ini adalah untuk menjadi khalifah. Khalifah itu bisa berbentuk menjadi pemimpin diri sendiri, menjadi imam di keluarga, menjadi suami, menjadi ayah, dll. Tetapi derajat kekhalifahan kita tentu saja berbeda-beda. Kekhalifakan Rasulullah tidak dapat disamakan dengan seorang suami yang hanya merasa cukup pergi pagi pulang petang bekerja untuk mendapatkan penghasilan, lalu akhir pekan bercengkrama bersama keluarga. Lalu hari Senin kembali bekerja menjalani rutinitas.

Rasulullah adalah khalifah yang sangat mulia, karena dibalik kewajibannya menjadi suami, ayah dari putra-putranya, Beliau tidak hanya memikirkan keluarga, tetapi juga umatnya. Rasul rela mengorbankan harta dan nyawanya untuk kepentingan umat, yaitu demi tegaknya khilafah Islamiyah. Bahkan diakhir hayatnya, Rasul selalu mengkhawatirkan umatnya, “Ummatii, Ummatii…” Allahhumma solli ala Muhammad, sholawat serta salam semoga selalu dilimpahkan kepada Muhammad SAW. Rasul adalah khalifah di atas rata-rata orang pada umumnya, Beliau menanggung tanggung jawab dan beban yang sangat besar, yaitu umatnya.

Dalam keseharian kita, coba kita perhatikan, banyak orang yang menjalani kehidupannya biasa-biasa saja. Sekali lagi tidak ada yang salah, karena itu pilihan. Tetapi ada diantara kita yang berani mengambil tanggung jawab lebih besar, ada mengambil sebuah profesi yang juga menuntut tanggung jawab yang besar. Seorang direktur tentu saja memiliki tanggung jawab dan beban kerja yang lebih besar daripada seorang karyawan biasa. Konsekuensinya, pikiran yang dia sediakan untuk pekerjaanya jadi lebih besar.

Hal yang sama yang mungin dialami oleh pemimpin umat, ulama, pejabat, artis yang sedang ngetop, dan pekerjaan lainnya yang hanya sedikit dilakukan orang. Ulama biasanya jauh lebih sedikit dari umatnya. Pejabat, lebih sedikit daripada rakyatnya, artis lebih sedikit daripada penggemarnya. Ada konsekuensi yang harus dihadapi oleh mereka-mereka yang memiliki kegiatan di atas orang rata-rata. Mungkin pikiran yang harus lebih terbagi, tenaga yang harus lebih banyak, serta waktu yang harus diatur lebih ketat lagi.
Konsekuensi ini juga harus di fahami oleh orang-orang sekitar orang tersebut. Tentu saja, sebagai pejabat, waktu yang dia curahkan tidak hanya untuk istri/suami, anak dan keluarga, tetapi juga untuk rakyatnya.

Nah, diperlukan seorang istri/suami yang mengerti keadaan ini, serta anak-anak yang juga sabar menghadapi kenyataan ayahnya lebih sibuk dari ayah temennya, juga orang tua yang harus memahami, kalau anaknya tidak lagi menjadi milik mereka sendiri, tetapi milik masyarakat.
Menjadi orang rata-rata dengan di atas rata-rata adalah pilihan, dan semuanya akan diminta pertanggungjawabannya.

Bagaimana dengan saya sendiri? Saya sejak dahulu memiliki impian untuk menjadi orang di atas rata-rata. Saya tidak hanya ingin berhasil dalam berkeluarga, tetapi juga menjadi orang yang bermanfaat bagi sekeliling saya. Tetapi rupanya Allah memberikan ujian kepada saya, jangankan berhasil dan bermanfaat buat lingkungan, saya malah gagal dalam membina rumah tangga. Saya tidak tahu apakah karena pasangan saya tidak kuat mengikuti pola hidup dan mungkin terlalu minder mengikuti impian-impian saya?

Kalau saya diperbolehkan memilih, saya tidak hanya ingin menjadi suami yang sukses, menjadi ayah sahabat anak-anak, menjadi anak yang berbakti kepada orang tua, tetapi saya juga ingin menjadi perpanjangan tangan rejeki bagi orang lain, saya juga ingin membawa berkah bagi orang-orang sekeliling saya, menjadi sumber inspirasi dan kebahagiaan orang-orang lain.

Akankah Tuhan izinkan saya menggapai keinginan itu? Saya cuma bisa berdoa dan berusaha, Allah izinkan dan berikan kepercayaan kepada saya. Dan saya juga berdoa, semoga saya bisa menemukan orang-orang yang mendukung saya, pasangan yang mau mengerti saya, anak-anak yang tetap hormat dan sabar kepada saya meski waktu cengkrama saya berkurang dengannya, serta keluarga dan sahabat-sahabat yang mendukung saya.

La haula.. wala quwwata.. illa billaaah..

Senin, 30 Juli 2012


7 Sunnah Nabi yang harus dijaga setiap hari.
Ditulis oleh sahabatku :  Kang Eep SM 

1.     Tahajjud karena kemuliaan seorang mukmin terletak pada tahajjudnya.
2.     Membaca al-Qur'an sebelum terbit matahari. Alangkah baiknya sebelum mata melihat dunia sebaiknya mata membaca al-Qur'an terlebih dahulu dengan penuh pemahaman.
3.     Jangan tinggalkan mesjid terutama di waktu subuh. Sebelum melangkah kemana pun langkahkan kaki ke Mesjid, karena Mesjid merupakan pusat keberkahan, bukan karena panggilan muadzin tetapi pangilan Allah yang mencari orang beriman untuk memakmurkan mesjid Allah.
4.     Jaga shalat Dhuha karena kunci rezeki terletak pada shalat dhuha
5.     Jaga sedekah setiap hari. Allah menyukai orang yang suka bersedekah, dan malaikat Allah selalu mendoakan kepada orang yang bersedekah setiap hari.
6.     Jaga Wudhu terus menerus karena Allah menyayangi hamba yang berwudhu. Kata khalifah Ali bin Abu Thalib "Orang yang selalu berwudhu senentiasa ia akan merasa selalu shalat walau ia sedang tidak shalat, dan dijaga oleh malaikat dengan dua doa, ampuni dosa dan sayangi dia ya Allah.
7.     Amalkan istighfar setiap saat. Dengan istighfar masalah yang terjadi karena dosa kita akan dijauhkan oleh Allah.

Jumat, 20 Juli 2012

MAKNA RAMADHAN


Rosulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ” Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan,bulan yang  di berkahi .Allah Subhanahu wa ta’ala mewajibkan kepadamu puasa didalamnya.Pada bulan ini pintu-pintu surga dibuka, pintu–pintu jahanam ditutup dan para setan dibelunggu.Didalam bulan ini pula terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan ,barang siapa yang tidak memperoleh kebaikannya, maka ia tidak memperoleh apa – apa . “ ( HR.Ahmad dan An-nasa’i )
Terlepas dari perbedaan pendapat ulama ;apakah belenggu setan dalam Hadits diatas bermakna majazi ( kiasan ) atau haqiqy ( makna sebenarnya ) ,tetapi yang jelas hadits ini sudah cukup memberikan gambaran bahwa bulan ramadhan sungguh sangat istimewa dan peluang untuk infestasi amal didalamnya sangat menjanjikan

RAMADHAN


Ramadhan adalah momen luar biasa berharga yang hanya bisa kita temui setahun sekali. Saya katakan luar biasa karena pada satu bulan tersebut karunia Allah dilimpahkan begitu besarnya pada hamba-hambanya yang beramal saleh. Pahala akan dilipat gandakan, dibukakannya pintu-pintu kebaikan, pintu neraka ditutup, sedang syaitan laknatullah tidak bisa berbuat banyak sebab terbelenggunya ia di bulan Ramadhan.

إذا جاء رمضان فُتِّحت أبواب الجنة وغُلِّقت أبواب النار وصُفِّدت الشياطين

Artinya : "Jika datang bulan ramadhan, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu." (Muttafaq 'Alaihi)

Beradarkan ayat diatas, sudah barang tentu kita tak ingin melewatkan Ramadhan begitu saja tanpa peningkatan kualitas ibadah amaliyah kita. Kerugian yang amat besar jika kita mengisinya dengan hanya tidur seharian, atau kegiatan lahwun (sia-sia) belaka. Oleh karena itu persiapkan diri dari saat ini untuk bermesra taqwa dengan bulan suci Ramadhan yang tinggal beberapa hari lagi.

Senin, 02 Juli 2012


Tiga Jalan Kesabaran
1.      Seorang bersabar diatas ketaatan kepada Allah Subhanahu wata’ala,karena taat sangat berat dan sulit oleh jiwa dan badan, dimana seseorang merasa lemah,lelah dan kepayahan dari sisi harta seperti zakat dan haji.Yang jelas dalam ketaatan kepada Allah Subhanahu wata’ala terdapat kepayahan yang dirasakan oleh jiwa dan badan sehingga dibutuhkan sabar dan pertolongan. Allah berfirman : “ Hai orang-orang yang beriman,bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga ( di perbatasan negerimu ) “ ( Qs.Ali-Imron:200 ).
2.      Sabar untuk tidak melakukan perkara yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wata’ala yaitu menahan diri dari segala sesuatu yang diharamkan-Nya karena jiwa selalu menyuruh dan menyeru berbuat durhaka sehingga manusia perlu menyabarkan diri, seperti berdusta, menipu dalam muamalah, makan harta dengan bathil dengan cara riba atau yang lainnya,zina,minum khamr,mencuri,dan yang semisalnya dari dosa-dosa besar. Sehingga seseorang harus mampu menyabarkan diri darinya sehingga menjerumuskan kedalam maksiat dan ini membutuhkan pertolongan untuk menahan diri dan nafsu.Allah berfirman: “...dan orang-orang yang bersabar dalam kesulitan ,penderitaan dan dalam peperangan .Mereka itulah orang-orang yang benar imannya dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa.” (Al-Baqaroh :177)
3.      Sabar terhadap takdir Allah Subhanahu wata’ala yang menyakitkan karena takdir-Nya terkadang membahagiakan dan menyakitkan. Adapun takdir yang membahagiakan maka perlu untuk disyukuri, sedangkan bersyukur termasuk ketaatan kepada Allah sehingga termasuk jenis yang pertama, sedangkan takdir yang menyakitkan dirasakan tidak enak  oleh manusia dengan diberi cobaan pada badannya, hilangnya harta, keluarganya dan masyarakatnya.Allah telah berfirman : “Sungguh menajubkan perkaranya orang yang beriman ,karena segala urusannya baik baginya. Dan hal yang demikian itu tidak akan terdapat kecuali hanya pada orang mu’min, yaitu jika ia mendapat kebahagiaan ,ia bersyukur karena ( ia mengetahui ) bahwa hal tersebut merupakan yang terbaik untuknya.Dan jika ia tertimpa musibah ia bersabar , karena ( ia mengetahui ) bahwa hal tersebut merupakan yang terbaik bagi dirinya.” ( HR.Muslim )

Miskin Tetapi Kaya

  | 1 Comment
Imam As-Syafii rahimahullah berkata :
إِذَا مَا كُنْتَ ذَا قَلْبٍ قَنُوْعٍ ….. فَأَنْتَ وَمَالِكُ الدُّنْيَا سَوَاءُ

Jika engkau memiliki hati yang selalu qona’ah …
maka sesungguhnya engkau sama seperti raja dunia
Sekitar tujuh tahun yang lalu saya berkunjung di kamar seorang teman saya di Universitas Madinah yang berasal dari negara Libia, dan kamar tersebut dihuni oleh tiga mahasiswa yang saling dibatasi dengan sitar (kain) sehingga membagi kamar tersebut menjadi tiga petak ruangan kecil berukuran sekitar dua kali tiga meter. Ternyata… ia sekamar dengan seorang mahasiswa yang berasal dari negeri China yang bernama Ahmad. Beberapa kali aku dapati ternyata Ahmad sering dikunjungi teman-temannya para mahasiswa yang lain yang juga berasal dari China. Rupanya mereka sering makan bersama di kamar Ahmad, sementara Ahmad tetap setia memasakkan makanan buat mereka. Akupun tertarik melihat sikap Ahmad yang penuh rendah diri melayani teman-temannya dengan wajah yang penuh senyum semerbak. Ahmad adalah seorang mahasiswa yang telah berkeluarga dan telah dianugerahi seorang anak. Akan tetapi jauhnya ia dari istri dan anaknya tidaklah menjadikan ia selalu dipenuhi kesedihan…, hal ini berbeda dengan kondisi sebagian mahasiswa yang selalu bersedih hati karena memikirkan anak dan istrinya yang jauh ia tinggalkan.
Suatu saat akupun menginap di kamar temanku tersebut, maka aku dapati ternyata Ahmad bangun sebelum sholat subuh dan melaksanakan sholat witir, entah berapa rakaat ia sholat. Tatkala ia hendak berangkat ke mesjid maka akupun menghampirinya dan bertanya kepadanya, “Wahai akhi Ahmad, aku lihat engkau senantiasa ceria dan tersenyum, ada apakah gerangan”, Maka Ahmadpun dengan serta merta berkata dengan polos, “Wahai akhi… sesungguhnya Imam As-Syafi’i pernah berkata bahwa jika hatimu penuh dengan rasa qonaa’h maka sesungguhnya engkau dan seorang raja di dunia ini sama saja”.
Aku pun tercengang… sungguh perkataan yang indah dari Imam As-Syafii… rupanya inilah rahasia kenapa Ahmad senantiasa tersenyum.
Para pembaca yang budiman Qona’ah dalam bahasa kita adalah “nerimo” dengan apa yang ada. Yaitu sifat menerima semua keputusan Allah. Jika kita senantiasa merasa nerima dengan apa yang Allah tentukan buat kita, bahkan kita senantiasa merasa cukup, maka sesungguhnya apa bedanya kita dengan raja dunia. Kepuasan yang diperoleh sang raja dengan banyaknya harta juga kita peroleh dengan harta yang sedikit akan tetapi dengan hati yang qona’ah.
Bahkan bagitu banyak raja yang kaya raya ternyata tidak menemukan kepuasan dengan harta yang berlimpah ruah… oleh karenanya sebenarnya kita katakan “Jika Anda memiliki hati yang senantiasa qona’ah maka sesungguhnya Anda lebih baik dari seorang raja di dunia”.
Kalimat qona’ah merupakan perkataan yang ringan di lisan akan tetapi mengandung makna yang begitu dalam. Sungguh Imam As-Syafi’i tatkala mengucapkan bait sya’ir diatas sungguh-sungguh dibangun di atas ilmu yang kokoh dan dalam.
Seseorang yang qona’ah dan senantiasa menerima dengan semua keputusan Allah menunjukkan bahwa ia benar-benar mengimani taqdir Allah yang merupakan salah satu dari enam rukun Iman.
Ibnu Batthool berkata
وَغِنَى النَّفْسِ هُوَ بَابُ الرِّضَا بِقَضَاءِ اللهِ تَعَالىَ وَالتَّسْلِيْم لأَمْرِهِ، عَلِمَ أَنَّ مَا عِنْدَ اللهِ خَيْرٌ للأَبْرَارِ، وَفِى قَضَائِهِ لأوْلِيَائِهِ الأَخْيَارِ
“Dan kaya jiwa (qona’ah) merupakan pintu keridhoan atas keputusan Allah dan menerima (pasrah) terhadap ketetapanNya, ia mengetahui bahwasanya apa yang di sisi Allah lebih baik bagi orang-orang yang baik, dan pada ketetapan Allah lebih baik bagi wali-wali Allah yang baik” (Syarh shahih Al-Bukhari)
Orang yang qona’ah benar-benar telah mengumpulkan banyak amalan-amalan hati yang sangat tinggi nilainya. Ia senantiasa berhusnudzon kepada Allah, bahwasanya apa yang Allah tetapkan baginya itulah yang terbaik baginya. Ia bertawakkal kepada Allah dengan menyerahkan segala urusannya kepada Allah, sedikitnya harta di tangannya tetap menjadikannya bertawakkal kepada Allah, ia lebih percaya dengan janji Allah daripada kemolekan dunia yang menyala di hadapan matanya.
Al-Hasan Al-Bashri pernah berkata ;
إِنَّ مِنْ ضَعْفِ يَقِيْنِكَ أَنْ تَكُوْنَ بِمَا فِي يَدِكَ أَوْثَقُ مِنْكَ بِمَا فِي يَدِ اللهِ
“Sesungguhnya di antara lemahnya imanmu engkau lebih percaya kepada harta yang ada di tanganmu dari pada apa yang ada di sisi Allah” (Jami’ul ‘Uluum wal hikam 2/147)
Orang yang qona’ah tidak terpedaya dengan harta dunia yang mengkilau, dan ia tidak hasad kepada orang-orang yang telah diberikan Allah harta yang berlimpah. Ia qona’ah… ia menerima semua keputusan dan ketetapan Allah. Bagaimana orang yang sifatnya seperti ini tidak akan bahagia..???!!!
Allah berfirman,
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (An-Nahl : 97)
Ali bin Abi Tholib radhiallahu ‘anhu dan Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata :الحَيَاةُ الطَّيِّبَةُ الْقَنَاعَةُ Kehidupan yang baik adalah qona’ah (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir At-Thobari dalam tafsirnya 17/290)
Renungkanlah bagaimana kehidupan orang yang paling bahagia yaitu Nabi kita shallallahu ‘alahi wa sallam…sebagaimana dituturkan oleh Aisyah radhiallahu ‘anhaa,
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّهَا قَالَتْ لِعُرْوَةَ ابْنَ أُخْتِي إِنْ كُنَّا لَنَنْظُرُ إِلَى الْهِلَالِ ثُمَّ الْهِلَالِ ثَلَاثَةَ أَهِلَّةٍ فِي شَهْرَيْنِ وَمَا أُوقِدَتْ فِي أَبْيَاتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَارٌ فَقُلْتُ يَا خَالَةُ مَا كَانَ يُعِيشُكُمْ قَالَتْ الْأَسْوَدَانِ التَّمْرُ وَالْمَاءُ إِلَّا أَنَّهُ قَدْ كَانَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جِيرَانٌ مِنْ الْأَنْصَارِ كَانَتْ لَهُمْ مَنَائِحُ وَكَانُوا يَمْنَحُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ أَلْبَانِهِمْ فَيَسْقِينَا
Aisyah berkata kepada ‘Urwah, “Wahai putra saudariku, sungguh kita dahulu melihat hilal kemudian kita melihat hilal (berikutnya) hingga tiga hilal selama dua bulan, akan tetapi sama sekali tidak dinyalakan api di rumah-rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam”. Maka aku (Urwah) berkata, “Wahai bibiku, apakah makanan kalian?”, Aisyah berkata, “Kurma dan air”, hanya saja Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki tetangga dari kaum Anshoor, mereka memiliki onta-onta (atau kambing-kambing) betina yang mereka pinjamkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk diperah susunya, maka Rasulullahpun memberi susu kepada kami dari onta-onta tersebut” (HR Al-Bukhari no 2567 dan Muslim no 2972)
Dua bulan berlalu di rumah Rasulullah akan tetapi tidak ada yang bisa dimasak sama sekali di rumah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Makanan beliau hanyalah kurma dan air.
Rumah beliau sangatlah sempit sekitar 3,5 kali 5 meter dan sangat sederhana. ‘Athoo’ Al-Khurosaani rahimahullah berkata : “Aku melihat rumah-rumah istri-istri Nabi terbuat dari pelepah korma, dan di pintu-pintunya ada tenunan serabut-serabut hitam. Aku menghadiri tulisan (keputusan) Al-Waliid bin Abdil Malik (khalifah tatkala itu) dibaca yang memerintahkan agar rumah istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dimasukan dalam areal mesjid Rasululullah. Maka aku tidak pernah melihat orang-orang menangis sebagaimana tangisan mereka tatkala itu (karena rumah-rumah tersebut akan dipugar dan dimasukan dalam areal mesjid-pen). Aku mendengar Sa’iid bin Al-Musayyib berkata pada hari itu,
واللهِ لَوَدِدْتُ أَنَّهُمْ تَرَكُوْهَا عَلَى حَالِهَا يَنْشَأُ نَاشِيءٌ مِنْ أَهْلِ الْمَدِيْنَةِ وَيَقْدُمُ الْقَادِمُ مِنَ الأُفُقِ فَيَرَى مَا اكْتَفَى بِهِ رَسُوْلُ اللهِ فِي حَيَاتِهِ فَيَكُوْنُ ذَلِكَ مِمَّا يُزَهِّدُ النَّاسَ فِي التَّكَاثُرِ وَالتَّفَاخُرِ
“Sungguh demi Allah aku sangat berharap mereka membiarkan rumah-rumah Rasulullah sebagaimana kondisinya, agar jika muncul generasi baru dari penduduk Madinah dan jika datang orang-orang dari jauh ke kota Madinah maka mereka akan melihat bagaimana kehidupan Rasulullah. Hal ini akan menjadikan orang-orang mengurangi sikap saling berlomba-lomba dalam mengumpulkan harta dan sikap saling bangga-banggaan” (At-Tobaqoot Al-Kubroo li Ibn Sa’ad 1/499)
Orang-orang mungkin mencibirkan mulut tatkala memandang seorang yang qona’ah yang berpenampilan orang miskin.., karena memang ia adalah seorang yang miskin harta. Akan tetapi sungguh kebahagiaan telah memenuhi hatinya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
“Bukanlah kekayaan dengan banyaknya harta benda, akan tetapi kekayaan yang haqiqi adalah kaya jiwa (hati)” (HR Al-Bukhari no 6446 dan Muslim no 1050)
Ibnu Battool rahimahullah berkata, “Karena banyak orang yang dilapangkan hartanya oleh Allah ternyata jiwanya miskin, ia tidak nerimo dengan apa yang Allah berikan kepadanya, maka ia senantiasa berusaha untuk mencari tambahan harta, ia tidak perduli dari mana harta tersebut, maka seakan-akan ia adalah orang yang kekurangan harta karena semangatnya dan tamaknya untuk mengumpul-ngumpul harta. Sesungguhnya hakekat kekayaan adalah kayanya jiwa, yaitu jiwa seseorang yang merasa cukup (nerimo) dengan sedikit harta dan tidak bersemangat untuk menambah-nambah hartanya, dan nafsu dalam mencari harta, maka seakan-akan ia adalah seorang yang kaya dan selalu mendapatkan harta” (Syarh Ibnu Batthool terhadap Shahih Al-Bukhari)
Abu Dzar radhiallahu ‘anhu menceritakan bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata kepadanya,
يَا أَبَا ذَر، أَتَرَى كَثْرَةَ الْمَالِ هُوَ الْغِنَى؟ قُلْتُ : نَعَمْ يَا رَسُوْلَ اللهِ، قَالَ : أَفَتَرَى قِلَّةِ الْمَالِ هُوَ الْفَقْرُ؟ قُلْتُ : نَعَمْ يَا رَسُوْلَ اللهِ. قال : إِنَّمَا الْغِنَى غِنَى الْقَلْبِ وَالْفَقْرُ فَقْرُ الْقَلْبِ
“Wahai Abu Dzar, apakah engkau memandang banyaknya harta merupakan kekayaan?”. Aku (Abu Dzar) berkata : “Iya Rasulullah”. Rasulullah berkata : “Apakah engkau memandang bahwa sedikitnya harta merupakan kemiskinan?”, Aku (Abu Dzar ) berkata, “Benar Rasulullah”. Rasulullahpun berkata : “Sesungguhnya kekayaan (yang hakiki-pen) adalah kayanya hati, dan kemisikinan (yang hakiki-pen) adalah miskinnya hati” (HR Ibnu Hibbaan dan dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam shahih At-Targiib wa At-Tarhiib no 827)
Maka orang yang qona’ah meskipun miskin namun pada hakikatnya sesungguhnya ialah orang yang kaya.
Madinah, 10 04 1432 H / 15 03 2011 M